Tulisan 1

Masalah-masalah pokok pembangunan ekonomi di Indonesia


Selain merupakan hal yang membanggakan pencapaian itu sebaiknya juga dijadikan sebagai tantangan untuk pembuktian. "Pembuktian" karena pada hakikatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia hari ini sangat dominan dipicu oleh sektor-sektor investasi telekomunikasi, perbankan, dan keuangan yang sebenarnya merupakan uang panas (hot money) yang sangat mudah lari (baca: mengalir) kembali ke luar negeri. Hal itu membuat Indonesia terkesan seperti kerajaan ekonomi yang rapuh dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi adalah pertumbuhan ekonomi yang semu dengan bertopang pada hot money.

Indikator rapuhnya perekonomian Indonesia dapat dilihat dari kondisi kebutuhan pokok rakyat. Salah satunya adalah masalah pangan. Indonesia adalah negara subur yang telah masuk food trap kapitalisme global. Komoditas-komoditas utama bukan beras yang merupakan kebutuhan rakyat Indonesia sangat tergantung pada impor. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab menurunnya ketahanan pangan Indonesia.

Indikator lainnya adalah dalam hal peningkatan lapangan kerja. Saat ini 1% pertumbuhan ekonomi hanya dapat membuka sekitar 178.000 lapangan kerja. Kondisi ini sangat jauh menurun dibanding dahulu ketika 1% pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu membuka 300.000 - 400.000 lapangan kerja.

Tidak meratanya pembangunan juga menjadi masalah tersendiri bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pembangunan di Indonesia masih berbasis investasi yang terfokus pada kota-kota besar. Hal itu menyebabkan daerah-daerah terpencil yang termarjinalisasi secara ekonomi. Hukum Pareto (Pareto Law) masih berlaku di Indonesia. 80% total dana masih berkutat pada 20% daerah yang sebenarnya merupakan kota-kota besar. Banyak daerah tertinggal yang sebenarnya berpotensi secara ekonomi tidak teroptimalkan karena tidak mendapatkan aliran dana investasi.

Masalah-masalah di atas menjadi catatan tersendiri tentang bagaimana rapuhnya perekonomian Indonesia yang oleh pemerintah diekspektasikan akan menjadi salah satu pemain utama di kancah perekonomian global. Beberapa langkah dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Pertama, pemerintah harus memusatkan pembangunan ekonomi di bidang pertanian (baca: agraria). Fungsi dari pertanian yang utama adalah sebagai penguat ketahanan pangan suatu bangsa. Selain itu, sebenarnya dua kebutuhan primer masyarakat lainnya yaitu sandang dan papan juga sangat bergantung pada pertanian. Pembangunan Industri pertanian dinilai sangat tepat untuk diimplementasikan di Indonesia karena kondisi tanah yang sangat subur di Indonesia dapat menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pertanian.

Industri pertanian yang merupakan industri padat karya juga dinilai sangat tepat bagi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Solusi ini mungkin cukup terdengar klasik. Tapi, entah mengapa respon pemerintah terhadap usulan semacam ini selalu saja kurang optimal.

Solusi kedua adalah dengan mengkonversi dana-dana investasi yang selama ini berputar pada sektor perbankan dan financial (baca: keuangan) menjadi dana-dana segar untuk investasi di sektor riil. Peningkatan kegiatan sektor riil sangat penting untuk diwujudkan karena akan sangat berpengaruh bagi peningkatan lapangan pekerjaan. Untuk meningkatkan kegiatan sector riil pemerintah dapat memicunya dengan mempercepat pembangunan megaproyek infrastruktur di daerah.

Beberapa contoh proyek infrastruktur yang dapat dilakukan misalnya pembangunan jalan bebas hambatan, pembangunan pelabuhan dan bandara internasional, yang kesemuanya itu sebaiknya dilakukan di luar Jawa seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau mungkin di Papua. Hal itu akan mendorong pertumbuhan kegiatan sektor riil atau bahkan mampu mendorong terciptanya kota-kota metropolitan baru di pulau-pulau besar tersebut sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.  

Solusi ketiga yang dapat ditawarkan adalah program pemerataan penduduk (baca: transmigrasi) yang secara kontinu harus terus dijalankan. Semenjak era reformasi bergulir program transmigrasi terkesan berhenti. Kita seharusnya bisa menyadari bahwa, walaupun program transmigrasi ini dimotori oleh rezim orde baru, tidak berarti program ini harus dihentikan seiring dengan jatuhnya rezim tersebut. Banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari program ini. Salah satunya adalah pemerataan SDM yang sangat diperlukan untuk pembangunan di daerah-daerah.

Salah satu cara yang dapat membuat program ini bisa kembali dijalankan adalah dengan pembangunan ekonomi yang berbasis otonomi daerah. Hal ini akan membuat daerah menjadi wilayah yang cukup atraktif bagi masyarakat untuk mencari penghasilan. Selain itu, dapat juga dilakukan penetapan wilayah zero economic growth pada kota-kota besar sehingga arus urbanisasi akan berkurang dan meningkatkan arus transmigrasi ke daerah-daerah lainnya.

Itulah tiga solusi yang dapat saya tawarkan untuk pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih baik di masa depan. Pemerintah seharusnya bisa melaksanakan ide-ide semacam ini dengan baik agar visi akan kemajuan ekonomi yang selama ini digaungkan oleh pemerintah tidak terkesan seperti hembusan angin surga belaka. Marilah kita sama-sama membangun kerajaan ekonomi Indonesia yang sejati tidak hanya membangun kerajaan ekonomi yang rapuh yang sebenarnya tidak dapat dirasakan seluruh masyarakat Indonesia.

Komentar